indoleaks : REKAYASA BOM BALI

Desember 2002

Bom Bali Diduga Melibatkan Asing-Lokal

Mantan kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional (Kabakin), ZA Maulani, mengungkap tiga kemungkinan pelaku pengeboman di Legian, Kuta, Bali (12/10). Yakni, dilaksanakan oleh operator dari luar, dari dalam negeri, atau oleh operator lokal yang bekerja sama dengan pihak luar.

Pandangan Maulani itu diungkapkan, kemarin, dalam sebuah diskusi di Jakarta. Dilihat dari dampak ledakan yang ditimbulkan, Maulani berpendapat bahwa bom yang digunakan masuk kategori micro nuke atau dikenal dengan spesial atomic demolition munition (SADM).

"Yang meledak di Bali itu bukan senjata konvensional. Dia adalah special atomic demolition munition (SDAM) yang disebut juga nuklir mikro. Bahan bakunya adalah plutonium dan uranium. Daya ledaknya setara dengan 4 ton TNT high explosive," katanya.

Bila analisisnya benar, maka serangan itu hanya bisa dilakukan oleh negara yang memiliki SADM. Negara-negara yang memiliki SDAM diperkirakan adalah Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Israel, dan Rusia. "Tapi jangan pula berharap CIA dan Mossad akan mengakui itu bom miliknya," katanya.

Maulani sependapat dengan pandangan Joe Vialls --seorang ahli bahan peledak-- bahwa tak ada satu pun negara Muslim yang memiliki bom jenis ini. Karenanya, jika tudingan kemudian diarahkan ke Abubakar Ba'asyir atau kelompok Jamaah Islamiyah, Maulani kurang sependapat. "Mereka tak memiliki kemampuan seperti itu," katanya.

Pandangan Maulani, setidaknya, mempertegas pandangan yang dilontarkan kalangan pemerintah bahwa kasus Bali melibatkan pihak asing dan lokal. Maksudnya, penggagasnya bisa saja pihak asing, sementara pelaku di lapangan adalah orang lokal.

Mantan menhan Mahfud juga menilai bahwa pelaku pengeboman di Bali adalah profesional dari luar. "Mereka memiliki ilmu mendalam tentang dunia intelijen," ujarnya di Surabaya, kemarin.

Mahfud menambahkan bahwa pengeboman itu disiapkan cukup lama. Karena untuk memasukkan bom saja butuh waktu. "Saya yakin kalau komponen bom itu dimasukkan ke Indonesia dengan cara built up atau terurai satu per satu," katanya.

Karena kalau masuk sekaligus pasti ketahuan. "Yang bisa memasukkan komponen itu dengan aman pasti jaringan intelijen, tapi saya tidak mau mengatakan itu operasi intelijen Amerika," katanya.

Bom Itu Biasa Dipakai Militer Asing

Teka-teki jenis bom yang meledak di Legian, Kuta, Bali, sedikit demi sedikit mulai terkuak. Seorang ahli bahan peledak menyebutkan bahwa bom itu jenis C4 (C-four).

Kesimpulan ini, kata ahli bahan peledak dari TNI ini, dapat dilihat dari efek ledakan yang ditimbulkan, yakni meninggalkan warna hitam pada lokasi yang terkena ledakan. ‘Yang jelas, efeknya hitam semua,’ ujar sumber yang tidak ingin dikutip namanya ini.

Efek ledakan ini, lanjutnya, tidak berbeda dengan kasus pengeboman di depan rumah dubes Filipina di Jakarta beberapa waktu lalu. Saat itu bom teridentifikasi berbahan baku C4.

Ia memperkirakan lebih dari lima kilogram C4 dibutuhkan untuk menimbulkan ledakan yang dahsyat dengan kerusakan yang begitu parah.

Bahan peledak jenis ini, ujarnya, tidak dimiliki dan tidak digunakan satuan-satuan di dalam tubuh TNI. Ini sesuai dengan pernyataan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Ryamizard Ryacudu, di Seskoad, Bandung kemarin.

TNI, kata KSAD, hanya memiliki peledak jenis TNT, dan sama sekali tidak memiliki bom jenis C4. Oleh karena itu, menurut KSAD, peledakan tersebut bukanlah pekerjaan TNI.

Lebih lanjut ahli peledak itu mengungkapkan bahwa bahan peledak dengan daya rusak luar biasa itu digunakan oleh militer-militer luar negeri, seperti Amerika Serikat.

Lagipula, C4 termasuk langka. Dari sekian kali kasus pengeboman yang terjadi di tanah air, hanya satu kasus yang menggunakan bahan peledak jenis ini, yakni kasus pengeboman di depan rumah dubes Filipina di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

Maka, kata sumber itu, bukanlah hal yang mengherankan jika C4 dimasukkan secara gelap ke Indonesia. Sementara itu, pemantauannya sangat sulit dilakukan mengingat luasnya wilayah Indonesia. Pihak TNI sendiri, katanya, sebenarnya mempunyai alat deteksi khusus C4. “Tapi, ‘kan alat ini tidak terdapat di semua tempat,” ujarnya.

Yazid Binzar, staf pengajar kimia ITB, menjelaskan C4 biasa digunakan untuk kepentingan militer. “Cuma kalangan tertentu yang tahu betul resepnya sebab sangat dirahasiakan,” tandasnya. Ia menunjukkan bahwa hanya Jerman dan Amerika saja yang tahu seluk beluk bom yang satu ini.

Kalau benar bahan peledak itu C4, maka dapat dipastikan bahwa itu tidak diproduksi oleh PT Pindad, Bandung. Peter Hermanus, ahli senjata dan amunisi dari PT Pindad, menjelaskan PT Pindad memproduksi bahan peledak jenis TNT dan ANVO.

Kabahumas Mabes Polri, Irjen Pol Saleh Saaf, mengatakan bahwa pihaknya masih menyelidiki jenis bom yang meledak di Bali. Kendati belum tuntas, Saleh mengatakan bahwa ledakan itu mirip dengan yang terjadi di depan rumah kediaman Dubes Filipina di Jakarta. Saat itu polisi menyimpulkan bahwa bom tersebut berjenis C4/RDX, dengan daya ledak yang luar biasa.

Lalu apakah bom di Bali itu jenis C4? Saleh tidak mau berkomentar. “Saya ‘kan hanya ngomong kesamaan daya ledaknya, seperti di Kedutaan Filipina, belum ke jenisnya,” katanya kemarin.

Tetapi, menurut sumber di Mabes Polri, bom itu diduga kuat berjenis C4. Ini terlihat dari ciri-ciri ledakan yang menimbulkan guncangan hebat dan diikuti api dengan pembakaran tinggi. Apa yang terjadi di Bali, selain gedung-gedung hancur berantakan, juga timbul kobaran api yang luar biasa.

Selain itu, kata sumber itu, korban ledakan juga memperlihatkan tanda-tanda yang berbeda dengan korban ledakan bom biasa. Pada ledakan bom biasa, seperti berjenis TNT atau bom rakitan, tubuh korban yang hangus, berwarna hitam. Namun, pada ledakan bom C4, korban hangus, tetapi tidak gosong.

Dari mana bahan peledak itu berasal? Akankah dari luar negeri? Tidak ada yang tahu pasti. Kabarnya, dua pekan sebelum kejadian ledakan, kapal perang AS dan Australia berlabuh di Pelabuhan Benoa, Bali.

Operator Bom Bali adalah pemain domestik, bekerjasama dengan pemain asing yang menyuplai bahan peledak dan teknis operasionalnya. Ledakan kuat tersebut memang dirancang sebagai lokomotif, yang berfungsi menarik ‘gerbong-gerbong’ pemberangusan gerakan Islam di Indonesia. Peristiwa demi peristiwa yang terjadi mendukung hipotesis ini.

Ada informasi dari bawah tanah. Sepuluh hari sebelum meletusnya bom Bali, sebuah komunitas intelijen mengadakan rapat, bersifat sangat rahasia, selama lima hari berturut-turut, di suatu tempat.

Hasil pertemuan itu hanya tiga butir, tapi sangat mencengangkan: Pertama, kobarkan terus daerah konflik di Indonesia. Kedua, menurunkan Kapolri. Dan ketiga, menumbangkan duet Mega-Hamzah.

Setelah pertemuan, para peserta menyebar. Seorang militer aktif, berbintang, ditunjuk sebagai operator lapangan. Satu tim pasukan elit yang secara resmi sudah tidak diakui oleh kesatuannya, tapi ternyata masih dibina, dipergunakan sebagai tim eksekusi. Tim militer itu hingga kini dikenal sebagai tim yang cukup tangguh dan punya keterampilan serta keahlian komando yang cukup prima. Sayang, tim ini sempat tercoreng namanya pada saat awal reformasi karena satu kasus pelanggaran HAM.

Beberapa hari menjelang hari H, merapat kapal perang Amerika Serikat (AS) dan kapal perang Australia di Pelabuhan Benoa, Bali. Sekadar informasi, Pelabuhan Benoa memang kerap dilabuhi kapal perang asing, namun kali ini lain dari biasanya. Saat kapal perang dari dua negara tersebut merapat, mereka langsung mensterilkan wilayah pelabuhan dalam radius 500 meter dari lokasi kapal. Pertanyaannya, mengapa mereka bisa berbuat demikian di wilayah kedaulatan Republik Indonesia? Ini hanya mungkin jika ‘pemain asing’ tersebut bekerjasama dengan ‘pemain domestik’.

Apa yang dilakukan kapal perang tersebut dan mengapa mensterilkan lokasinya? Mencari jawaban atas pertanyaan ini dan hubungannya dengan ledakan sangat kuat yang terjadi kemudian di Legian, Bali, bukan pekerjaan mudah. Namun, satu artikel hasil investigasi Joe Vialls—seorang pakar bahan peledak dan investigator independen Australia—agaknya mengungkapkan hubungan ini.

Dalam tulisan yang dilengkapi film berformat real-player, Vialls mengungkapkan bahwa satu-satunya cara yang dianjurkan untuk membawa bahan peledak berjenis Special Atomic Demolition Munition (SADM)—micro nuke—adalah lewat laut, bahkan lewat bawah laut. Lewat jalur inilah yang paling tinggi tingkat keamanannya. Belakangan, ketika kepolisian Indonesia menyatakan bom Bali adalah bom dari karbit, Vialls berkomentar pendek, “Itu analisis idiot murni.”

Kembali ke persoalan kapal perang asing. Apakah itu berarti kapal tersebut tengah membawa SADM dan melakukan ‘bongkar barang’ ketika merapat di Pelabuhan Benoa? Bisa jadi. Upaya sterilisasi lokasi kapal hingga radius 500 meter memperkuat analisa ini. Bukan mustahil, di sinilah terjadi perpindahan tangan, dari ‘pemain asing’ ke ‘pemain domestik’.

Beberapa hari kemudian, menjelang tengah malam, terjadi ledakan super hebat di depan Sari Club, Legian-Bali. Ledakan itu menewaskan 184 orang, mencederai 250 orang dan menguapkan ke udara seratusan lainnya—ini secara resmi dinyatakan hilang. Tak kurang dari 47 bangunan hancur dan ratusan mobil lebur. Getaran ledakan terasa hingga 12 kilometer dari pusat ledakan, sedang bunyi ledakan terdengar hingga puluhan kilometer.

Beberapa wisatawan asing sempat mengabadikan cendawan api raksasa yang amat menyilaukan, bahkan membutakan, yang menjulang tinggi di awan sesaat setelah terjadinya ledakan. “Tingginya sekitar seratus meter,” ujar seorang saksi mata. Ledakan itu sendiri meninggalkan sebuah kawah besar di tanah, sedalam 1,5 meter dan luasnya memiliki radius 7 meter. Sebuah ledakan yang mustahil dilakukan oleh sebuah bom rakitan dari karbit, kecuali sebongkah karbit yang dilekatkan pada mikro-nuklir!

Hanya dalam hitungan jam setelah ledakan, Yael Shahar, seorang penulis antek zionis-Israel, menyelesaikan satu tulisan di situs ICT kepunyaan Israel berjudul Al-Qaida’s Asian Web. Shahar menuding jaringan al-Qaidah di Asia Tenggara—yakni Jamaah Islamiyah—sebagai dalang dari semua itu. Ini mirip dengan fitnah yang dilontarkan Matori yang secara gegabah menuding al-Qaidah sebagai pelaku pengeboman.

Setelah meletus bom Bali, eskalasi politik berjalan amat cepat. Pertemuan demi pertemuan pejabat di jajaran Polkam diadakan beruntun. Anehnya, dari berbagai pertemuan—bagai telah disetting terlebih dahulu—semua jari menuding jaringan al-Qaidah di Asia Tenggara (Jamaah Islamiyah). Tak ada satu pun pejabat negara yang berani mengemukakan alternatif lain seperti indikasi keterlibatan CIA dan MOSSAD.

Tak lama kemudian terbitlah dua Perpu dan dua inpres. Setelah Habib Rizieq ditangkap, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang tengah sakit digelandang paksa ke Jakarta. “Siapa pun yang menyaksikan kejadian itu, hatinya pasti trenyuh dan iba,” ujar Juru Bicara Hizbut Tahrir, Ismail Yusanto. Lalau ditangkap pula Habib Hasan al-Jufri. Perlakuan polisi terhadap ulama yang satu ini sangat keterlaluan. Habib Hasan digunduli kepalanya dan di dalam penjara hanya disuruh memakai celana pendek dan kaos singlet, disamakan dengan napi kriminil. “ini bagian dari pembunuhan karakter terhadap umat Islam!” tegas Ayu Shabah, pengacara FPI.

Kasus-kasus tersebut adalah yang terliput oleh mass-media, sedang kasus-kasus yang menimpa aktivis Islam ‘ring kedua’ sama sekali luput dari pemberitaan. Di sejumlah daerah terjadi teror dan penangkapan, bahkan penghilangan nyawa, terhadap aktivis Islam. Penyusupan pun dilaporkan banyak terjadi. Bom Bali telah dijadikan pintu masuk bagi negara untuk menggasak gerakan Islam.

Banyak kalangan akar rumput menduga, jangan-jangan intelijen dan aneka penyusupan sudah terjadi sejak awal reformasi. Bahkan, jangan-jangan tumbangnya Soeharto dan munculnya era reformasi sengaja diciptakan oleh jaringan yahudi internasional—ingat, salah satu penyebab krisis ekonomi yang melanda Asia karena ditariknya uang tunai secara besar-besaran oleh seorang pialang Yahudi bernama George Sorosh. Era reformasi sengaja diciptakan untuk memprovokasi agar ‘kalangan bawah tanah’ mau naik ke permukaan. Setelah dirasa cukup, maka musuh-musuh Islam sudah memiliki data yang komplet untuk kemudian melakukan pukulan telak. Ini bisa saja terjadi.

CIA Mungkin Susupkan Agen

Sejumlah anggota Komisi I DPR mengungkapkan berdasarkan urutan atas peristiwa pengeboman di Bali serta pengalaman atas kejadian serupa di negara lain, kemungkinan Amerika Serikat (AS) telah menyusupkan agen CIA untuk melakukan aksi sesuai keinginan negara itu.

“Aktor intelektual dalam kasus ini sangat kental. Bahkan, kalau ada tuduhan AS merekayasa kasus bom di Bali, kami dapat membenarkan adanya tuduhan itu,” kata anggota Komisi I, Permadi SH, dalam Raker Komisi I dengan Kapolri Jenderal Pol Da’i Bachtiar di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin (11/11).

Raker selama 4,5 jam sejak pukul 10.00 WIB itu dipimpin Ketua Komisi I, Ibrahim Ambong. Sebenarnya raker ini untuk membahas anggaran dan temuan penyimpangan di tubuh Polri, namun masalah aktual tidak bisa dielakkan untuk ditanyakan kepada Polri. Bahkan, masalah aktual pengeboman di Bali akhirnya mewarnai hampir seluruh alokasi waktu untuk raker itu.

Selain Permadi (PDIP), anggota lain yang mengungkap adanya infiltrasi CIA dalam pengeboman di Bali juga disampaikan Aisyah Aminy (PPP) dan AM Luthfi (Fraksi Reformasi). Permadi menjelaskan pola pelaku yang digunakan dalam pengeboman di Bali serta sejumlah kejadian lain di dunia --di mana diduga kuat ada keterlibatan CIA-- ternyata mirip dengan kejadian di Indonesia tahun 1965. Dalam kaitan kasus bom Bali, CIA kemungkinan besar telah menyusupkan intel-intelnya ke kelompok Islam garis keras mengunakan orang Arab.

Kronologi Peledakan Bali Versi Kapolri

31 Agustus
Amrozi menerima uang sebesar Rp 23 juta dari temannya, untuk membeli bahan bom dan alat transportasi roda empat dan roda dua.

Medio September
Amrozi membeli mobil Mitsubishi L-300 No Pol BK-1324-BS seharga Rp 30 juta dari Anas yang beralamat di Palang Tuban. Pembelian dilakukan lewat perantara Suharsono yang beralamat di Sugihan Selokuro, Lamongan.

Akhir September
Amrozi membeli bahan-bahan peledak di toko bahan kimia ‘Tidar Kimia’ di Jl Tidar 260 Surabaya. Di bengkel milik Silvester Tendean itu, Amrozi membeli KCLO (klorat) satu ton, belerang dua sak (50 kg), aluminium serbuk sebanyak 1 tong (40 kg), tawas 25 kg, dan klorin satu ember.
Bahan-bahan tersebut lalu dibawa oleh teman tersangka yang dikenalnya di Malaysia pada 1997, dan seorang temannya lagi dari Pemalang yang dikenalnya di Malaysia sekitar tahun 1995.

5 Oktober
Amrozi berangkat ke Bali bersama seorang temannya menggunakan kendaraan Suzuki Vitara No Pol L-731-GB, dua orang kawan Amrozi lainnya menggunakan Mitsubishi L-300 No Pol DK-1324-BS. Sedangkan adik Amrozi, sudah berada di Bali lebih dahulu. Setibanya di Bali, Amrozi dan kawan-kawan tinggal di sebuah losmen di Jl Teuku Umar. Di tempat itu, temannya memperlihatkan handphone kepada tersangka yang sudah dipasangi kabel. Amrozi lalu diikuti seorang kawannya yang menggunakan Toyota Kijang Grand Extra membeli sepeda motor Yamaha F1-ZR di sebuah show room.

10 Oktober
Amrozi kembali dari Bali

12 Oktober
Bom meledak

Intervensi CIA-Mossad

Kesaksian tentara Australia yang justru memperkuat analisis Joe Vialls tentang penggunaan bom mikronuklir di Bali telah membuat lembaga intelijen Israel-AS bergerak cepat. Agen-agen Mossad segera membuat skenario kontra terorisme dengan membuat tersangka alternatif. Pada saat bersamaan, markas CIA di Langley membuat tekanan kepada mitra sekutu dan yang menjadi subordinasinya. Pemerintah Australia dan Indonesia pun bekerjasama dalam operasi skenario pembenaran Jemaah Islamiah sebagai jaringan teroris.

Maka, tiba-tiba muncul nama Amrozi sebagai tersangka pelaku pengeboman Pantai Kuta, Bali. Amrozi disebut-sebut santri dari Pesantren Al-Islam di Lamongan, Jatim, yang dipimpin KH Zakaria. Zakaria sendiri diklaim sebagai alumnus Pesantren Al-Mukmin di Ngruki, Solo.

Bersama itu, tim investigasi Indonesia-Australia memublikasi pengakuan Amrozi berikut beberapa kwitansi pembelian potasium khlorat, sampai kemudian muncul kesimpulan polisi bahwa bom yang telah menyebabkan 185 orang tewas berkeping-keping, 300-an orang terluka bakar, 27 blok bangunan hancur lebur dan puluhan kendaraan hangus terbakar itu ternyata terbuat dari karbit. Bom itu dirakit di dalam mobil oleh Amrozi dkk.

“Penyebutan bom Bali sebagai bom yang terbuat dari potasium khlorat (bahan utama pembuatan deterjen) itu pure idiocy,” kata Joe Vialls. Klaim ini hanya rekayasa murah sesuai pesanan Amerika, Israel, dan Australia untuk memberi stigma formal bahwa pelakunya memang teroris Muslim, anggota Jemaah Islamiah, pimpinan Abubakar Baa”syir. Kesimpulan bodoh ini, kata Vialls, bertentangan dengan pengakuan resmi pemerintah Australia pekan lalu.

Situs resmi Pemerintah Australia pernah merilis informasi sebagai berikut, “Dalam waktu 10-15 detik dari ledakan pertama di Paddy’s Bar, ledakan kedua di Sari Club terjadi dengan cara yang amat dahsyat. Ledakan itu menghasilkan energi luar biasa besar dalam bentuk gas, panas, dan cahaya. Ini menimbulkan gelombang tekan, fragmentasi, dan api yang luar biasa besar dan menjadi sumber malapetaka di Sari Club. Efek cahaya dan bunyi ledakan terasa sampai radius 15 km dari pusat ledakan.”

Akibat ledakan dahsyat itu hampir 200 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Puluhan bangunan dan kendaraan juga hancur lebur. Pada hari-hari pertama pascaledakan, pemerintah Australia sendiri mengaku kehilangan banyak orang. Sedikitnya 150 orang tewas atau luka-luka, serta 140 lainnya dikabarkan hilang.

Rodney Cox sendiri selamat tidak terluka sedikit pun. Itu konon karena dia berada pada posisi vektor yang aman. Meski begitu, dia mengaku beberapa orang temannya sesama tentara ikut terluka. Coxlah yang berinisiatif mengontak Pemerintah Australia dan melakukan evakuasi besar-besaran ke sana. Dia berpartisipasi atas evakuasi 66 korban yang diangkut melalui enam kali sorti penerbangan Hercules (AC-130) ke Australia. Dia juga menyusur ke 12 RS di Bali untuk mencari korban tentara dan warga Australia.

Sekadar Sampel Pun Bom C4 Sulit Diperoleh

Bom plastik C4 yang diduga digunakan dalam pengeboman di Bali hanya dibuat oleh sedikit negara, terutama di Amerika Serikat (AS). Sangat sulit orang sipil memperoleh bahan ini.

Secara fisik bahan C4 berwarna putih, menyerupai adonan kue atau roti. Bahan ini dapat dicetak dalam berbagai bentuk untuk mencapai tingkat keamanan tertinggi. Bom jenis C4 juga memiliki sensitivitas yang sangat tinggi terhadap getaran, cahaya, dan gelap.
Menurut Mark Ribband, pemilik Ribbands Explosives--sebuah perusahaan Inggris yang memproduksi C4--bom ini hanya digunakan oleh militer. Namun demikian, ia tidak menampik sekelompok kecil orang sipil menggunakannya. ''Bom militer ini terbuat dari bahan eksplosif yang disebut RDX, yang ke dalamnya ditambahkan pemlastis polyisobutene,'' ujarnya dari Wiltshire, Inggris, melalui telepon.

Ribband menegaskan bahwa C4--yang membutuhkan detonator untuk membuatnya meledak--hanya dibuat di beberapa negara, terutama di Amerika. ''Jika Anda melihat C4 di kalangan militer negara-negara lain, itu karena adanya pengaruh Amerika di sana, seperti C4 dan M-16 berarti Amerika, sedangkan AK-47 dan Semtex mencerminkan Blok Timur.''

Menurut Ribbands, penjualan C4 dilakukan dalam proses kontrol yang ketat dan harus melalui lisensi pemerintah. ''C4 sulit dijual,' katanya. Dia menganalogikan C4 sebagai barang yang lebih dikontrol dibandingkan dengan heroin. ''Tapi, jika Anda menginginkannya, Anda bisa beli. Segala hal bisa, tinggal soal harga.''

Pembelian secara resmi, lanjutnya, sulit jika pembeli bukan pemerintah atau pengguna yang mendapat sertifikasi dari pemerintah. Di antara para pengguna peledak C4, terutama dipakai militer.

''Jika bom itu disalahgunakan, saya menduga bom itu hasil curian dari militer. Itulah yang paling gampang untuk mendapatkannya, melalui tentara yang, katakanlah, melakukan peledakan seharusnya 10 kg, tapi hanya menggunakan 9 kg. Itulah cara paling gampang untuk mencurinya,'' katanya.

Seorang ahli bahan peledak dari TNI membenarkan penjelasan Ribband soal bentuk C4. ''C4 itu 'kan fleksibel, seperti karet,'' ungkapnya.

Sejauh ini yang ia tahu bahwa kemampuan memproduksi C4 hanya dimiliki AS, serta diperuntukkan bagi keperluan militer AS. ''Sejauh pengetahuan saya, yang mengunakannya adalah militer AS. Saya belum tahu jika ada militer negara lain yang memesan dari AS,'' katanya.

Sumber itu kembali meyakinkan bahwa C4 khusus diperuntukkan bagi militer. Militer AS, katanya, benar-benar menjaga agar bahan ini jangan sampai berpindah tangan. ''Ketat sekali,'' katanya. Bahkan, permintaan militer negara lain terhadap bahan peledak berkekuatan dahsyat ini kerap ditolak mentah-mentah oleh pihak AS, sekalipun itu hanya sekadar sampel.

Sedangkan mengenai detonator, ahli bahan peledak dari TNI ini mengatakan bahwa detonator (pemicu) semua jenis bahan peledak pada prinsipnya sama. Detonator tersebut menghasilkan ledakan kecil yang akan memicu bahan peledak.

Detonator itu sendiri, katanya, bisa menggunakan sistem waktu (timer) maupun remote (gelombang). ''Jadi mau dibikin apa nggak masalah [detonator], yang penting daya ledaknya,'' ungkapnya. Sedangkan, ahli peledakan dari ITB, Irwandy Arief, memperkirakan detonator itu menggunakan sistem remote.

No comments:

Post a Comment