Demokrasi Ala Indonesia

Demokrasi: pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Benarkah? Bagaimana fakta-faktanya? Apa syarat-syaratnya?

Demokrasi diperkenalkan dan disebarkan oleh Amerika Serikat ke seluruh dunia. Sebagai simbol perjuangan melawan komunisme paska PD II. Usaha AS jual konsep Demokrasi ke seluruh dunia kian gencar sejak lobi Yahudi berhasil tanamkan pengaruh kuat ke dalam pusat kekuasaan AS. AS pun kemudian dikenal Sebagai Kampiun Demokrasi Dunia. Banyak negara yang tertarik atau terpaksa terapkan sistem demokrasi.

Atas nama demokrasi, melindungi rakyat negara tertentu dari penindasan tiran atau diktator, AS atau PBB (yang juga alat AS) seolah-olah punya hak untuk intervensi dan invasi ke negara lain yang berdaulat. Kadang2 intervensi /invasi AS tersebut atas nama atau persetujuan PBB.

Namun, banyak juga yang tanpa persetujuan PBB sebelumnya, AS langsung invasi atau intervensi ke suatu negara demi alasan demokrasi/kemanusiaan. Atas nama Demokrasi, AS menjadi polisi dunia terutama setelah runtuhanyaa komunisme Uni Soviet. AS jadi satu-satunya hegemoni dunia. Hegemoni atas dunia (keamanan, politik, ekonomi) diwujudkan dalam kebijakan luar negeri AS yang sangat dipengaruhi lobi Yahudi AS. Ada sekitar 9000 lobies Yahudi di Kongres (DPR dan senat) dan Gedung Putih yang menjadi pusat penggodokan semua kebijakan dan UU.

Sejak awal 70an, siapa pun presiden AS terpilih sangat tergantung pada para lobby Yahudi ini. Dukungan Yahudi AS adalah syarat mutlak. Calon presiden, senat, congressman AS bahkan hakim agung AS, butuh dukungan komunitas Yahudi yang direpresentasikan oleh lobies Yahudi itu. Lobby Yahudi itulah yang memberikan dukungan jaringan, media dan uang untuk kebutuhan pemenangan capres, caleg, casenator, cahakim agung

Dari 1000 industrialis/konglomerat AS, 90% nya adalah Yahudi atau berdarah Yahudi. Meski jumlah Yahudi AS <7% namun sangat berpengaruh. Industri strategis AS : senjata, media dan perbankan, dikuasai oleh pengusaha Yahudi. Merekalah penguasa AS dibalik layar.

Sejak 30 tahun yang lalu, muncul tradisi di pusat kekuasan AS. Siapa pun presiden AS terpilih harus mengucapkan sumpah/janji untuk Israel. Setiap presiden AS terpilih harus mengucapkan janji/sumpah setia menjaga dan melindungi eksistensi negara Israel sesaat setelah dilantik. Tradisi sumpah presiden terpilih AS itu dilanjutkan dengan kewajiban mengunjungi Israel sebagai negara asing pertama yang harus dikunjungi.

Kembali ke demokrasi, salah satu strategi AS dan Israel untuk dapat mengontrol dunia adalah dengan sosialisasikan sistem demokrasi. Kenapa? Karena sistem demokrasi itu ruwet, mahal dan terbuka. Faktor itu sangat memungkinkan AS masuk secara langsung atau tidak langsung. Siapapun kandidat presiden yang ingin terpilih secara langsung dalam sistem demokrasi pasti membutuhkan bantuan : uang dan media. Bahkan capres RI, SBY pun secara terbuka tidak malu-malu minta bantuan AS agar dapat terpilih sebagai presiden RI dalam pilpres 2004.

“I love the United States, with all its faults. I consider it my second country,” kata SBY dengan lantang Juli 2004 demi raih dukungan AS. SBY yang saat itu harus kalahkan Wiranto dan Megawati langsung mendapat dukungan penuh AS. Demikian juga pada pilpres 2009.

Demokrasi = UANG. Kampanye butuh uang. Media butuh uang. Pencitraan butuh uang. Semua butuh uang. Triliunan, belasan- puluhan Triliun. Siapa yang sanggup mengalahkan AS jika sudah berkehendak tempatkan atau menangkan seorang kandidat Presiden di satu negara tertentu?

Terkait uang dan media, AS adalah rajanya. Kekuatan lain yang mulai mengimbangi adalah China. China berkepentingan dengan RI. China mau imbangi hegemoni AS di Asia Tenggara. RI adalah sasaran utama. China sedang mencari capres yang layak. China dengan cadangan devisa lebih US$ 3000 milyar (RI hanya US$ 100 M), punya kelulasaan untuk bantu financial capres yang mau bela kepentingannya. China secara jelas dan terang-terangan mengatakan bahwa AS, Israel dan sekutunya adalah musuh peradaban dunia, terutama peradaban Timur. Indonesia dimata China sudah lama jadi negara kooptasi AS dan konspirasi global. RI yang “telanjang” dengan sistem demokrasi dan keterbukaannya.

Sistem demokrasi liberal dan keterbukaan total sebabkan RI sangat mudah “diintervensi & diinvasi” oleh tsunami informasi dan uang politik. Sementara itu, di dalam negeri RI sendiri, sudah ditanam antek2 AS/Israel dengan kedok LSM, Bank Dunia, dan lain-lain.

Sejumlah tokohpun sudah jadi agen, simpatisan atau pendukung agenda-agenda AS di Indonesia. Mereka berkedok aktivis HAM, lingkungan hidup dan lain-lain. AS selalu berkepentingan dengan penguasa RI. Selalu ingin menempatkan sekutunya sebagai presiden RI. Suharto dulu juga adalah sekutu utama AS. Namun, ketika Suharto mulai mesra dengan Islam, dukungan AS terhadap Suharto pun menghilang dan AS mendorong penjatuhan Suharto.

Kini AS sudah punya deal2 khusus dengan SBY. Suksesor SBY akan dapat dukungan AS. Suksesor SBY saat ini adalah Gita Wirjawan yang sudah direstui AS. Namun, AS tidak tutup mata terhadap capres lain yang potensial menang pilpres. Salah satunya adalah Jokowi. Dubes AS kini rutin bertemu Jokowi. Jokowi kerap diundang Dubes AS untuk sarapan pagi bersama sambil menjajagi misi dan visi Jokowi. Plus mengamati dan pelajari karakternya. Dulu, Dubes AS juga pernah undang Anas Urbaningrum yang di mata AS potensial jadi Presiden RI. Namun Anas tidak penuhi undangan tersebut. Sedikitnya 4 kali Anas diundang oleh Dubes AS dan semuanya ditolak Anas yang mungkin khawatir pertemuannya dengan dubes AS dicurigai SBY.

Bagi AS, siapapun presiden RI tidak menjadi masalah sepanjang presiden tersebut menjamin kepentingan AS di RI, Asean dan Asia Pasific. Kepentingan AS tersebut antara lain : jaminan atas eksistensi sistem demokrasi, penegakan HAM, pencegahan terorisme, stabilitas regional, jaminan kelangsungan pengelolaan usaha oleh AS, kelestarian lingkungan hidup dan komitmen terhadap pencegahan global warming, jaminan keterbukaan pasar atas produk AS dan sekutunya dan dukungan RI terhadap semua kebijakan LN AS. Sebab itu, dukungan AS terhadap seorang tokoh tidaklah bersifat mutlak/kekal. Sepanjang tokoh tersebut loyal terhadap kepentingan AS, akan didukung. Sebaliknya jika tokoh tersebut sudah dinilai mbalelo, pasti akan diupayakan penjatuhannya. Contoh nyata : Saddam Hussein dan Suharto.

Peran RI sangat strategis di kawasan asean dan asia pasific. Faktor RI sgt dominan dalam stabilitas politik dan keamanan Asean/Asia Pasific. RI negara berpenduduk Islam terbesar di dunia. AS dan sekutunya tidak akan membiarkan kelompok/partai islam yang jadi penguasa RI. RI yang diperintah oleh partai atau kelompok Islam, akan berpeluang menjadi negara Islam fundamentalis yang dinilai akan membahayakan “dunia”. RI yang islam fundamentalis dikhawatirkan akan menjadi lawan AS dan sekutunya. Setidaknya akan jadi negara produsen “teroris”.

Khusus untuk mengamati dan mengawasi perkembangan dan arah politik RI, Mossad, badan intelejen Isreal, berkantor cabang di Singapore. Sedikitnya ada 300 staf Mossad yang berkantor di Singapore dengan tugas khusus pantau RI. Mereka sering keluar masuk RI untuk kepentingan tertentu. Di Indonesia sendiri diperkirakan ada 60.000 agen negara asing dengan berbagai misi dan tugas. Agen intelejen yang resmi biasanya ditempatkan di kantor kedutaan besar atau konjen negara sahabat. Yang lain banyak berkedok LSM.

Sistem demokrasi di RI sangat liberal, lebih liberal dibandingkan AS sendiri. RI adalah negara demokrasi yang memilih langsung presidennya. Dampak dari sistem demokrasi yang sangat liberal tersebut, faktor yang paling dominan adalah media massa sebagai pembentuk opini publik. Preferensi atau kesukaan rakyat pemilih terhadap seorang tokoh yang jadi capres atau direncanakan jadi capres adalah berdasarkan opini media.

Media pun berubah menjadi tuhan, menjadi hukum, pemilik kebenaran mutlak, ideologi. Apalagi di RI yang rakyatnya belum cerdas semuanya. Akibatnya, secara tidak disadari, media massa melalui opini yang dibentuknya telah mengkooptasi sistem demokrasi di Indonesia. Kooptasi ini dilakukan by design oleh pihak tertentu : pemilik media, pemilik uang atau asing dengan bayaran dan kompensasi tertentu. Dengan kooptasi media terhadap sistem demokrasi, maka substansi dan filosofi yang terdapat di sistem demokrasi otomatis lenyap.

Seorang bajingan, penjahat, psikopat, gila bisa direkayasa citranya menjadi seorang yang baik budi, cerdas, menarik & mempesona oleh media. Sebaliknya, seorang yang baik, amanah, jujur, berani, cerdas dan berintegritas bisa seketika direkayasa menjadi sosok monster atau bajingan. Kita sudah tahu apa itu money laundering. Tapi sedikit dari kita yang sudah tahu apa itu political laundering. Pencucian dosa dan track record. Sistem demokrasi yang dikooptasi media dan tidak disertai dengan penegakan hukum yang keras, tegas dan adil, sangat dimungkinkan disalahgunakan.

Indonesia belum saatnya berdemokrasi jika pemerintah belum mampu tegakkan hukum sebagai prasyarat mutlaknya. Demokrasi yang tidak dikawal oleh penegakan hukum yang benar akan melahirkan pemerintahan dan penguasa yang korup dan zalim seperti saat ini. Lihatlah apa yang dilakukan oleh regim SBY. Berkedok demokrasi, namun gunakan KPK sebagai senjatanya untuk habisi musuh politiknya. Lihatlah bagaimana institusi hukum dijadikan pelindung bagi kroni penguasa yang korup dimana-mana merampok uang negara. Mereka lakukan semua itu untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Lalu membayar media untuk menyembunyikan kejahatannya. Itulah demokrasi RI.